Sabtu tanggal 2 Mei 2020 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1441 H, telah berpulang ke rahmatullah salah seorang ulama kharismatik Kalsel, yaitu KH. Zuhdiannor bin Muhammad bin Jaferi. Beliau meninggal pada pukul 06.43 WIB di RS Medistra Jakarata di usia yang tergolong muda, yaitu 48 tahun.
Kabar ini langsung tersebar ke penjuru Kalsel. Kesedihan masyarakat terlihat dari status yang muncul di media sosial baik itu WA, Facebook, maupun Instagram, bahkan salah satu akun Instagram majlis_banjarmasin yang merupakan akun resmi pecinta Guru Zuhdi berpamitan untuk undur diri.
Setelah kabar tersebut tersiar, masyarakat memadati 2 tempat, yakni Mesjid Jami’ Banjarmasin dan Kota Citra Graha (KCG) Landasan Ulin. Kedua tempat ini merupakan tempat beliau mengadakan majelis rutin setiap minggu. Di dua tempat ini juga beliau mempunyai tempat tinggal.
Jamaah sudah memadati dua tempat tersebut sejak pagi. Penulis kebetulan mendatangi salah satu tempat untuk merasakan dan memperhatikan masyarakat ketika melepas kepergian ulama panutan mereka. Apalagi di masa wabah COVID-19 yang masih belum diketahui kapan berakhirnya.
Ada beberapa kabar yang sempat berubah-ubah selama penyambutan jenazah beliau. Kabar pertama didapati bahwa jenazah almarhum akan tiba pukul 11.00 WITA di bandara Syamsuddin Noor dan dibawa untuk dimakamkan di KCG. Kabar kedua, beliau akan dishalatkan di 3 tempat, yaitu di Sekumpul, KCG, dan Mesjid Jami’.
Untuk pemakaman juga belum dipastika sebelumnya, karena di Sungai Jingah wilayah Mesjid dan KCG juga mempersiapkan makam untuk jenazah sang Guru.
Pada pukul 13.00 WITA, tersiar kabar bahwa jenazah akan dishalatkan dan dimakamkan di KCG, sehingga jamaah yang menunggu di Mesjid Jami diminta untuk shalat ghaib dan kemudian membubarkan diri.
Pada pukul 17.00 WITA, penulis mendapatkan pesan dari rekan yang merupakan relawan majlis beliau bahwa pemakaman dipastikan dilaksanakan di Banjarmasin di Sungai Jingah. Dan memang akhirnya setiba di bandara Syamsudin Noor, jenazah langsung diibawa menuju Banjarmasin.
Kecintaan masyarakat terlihat pada saat menerima berita-berita yang “simpang siur” seperti ini. Berdasarkan pengamatan penulis, sejak pagi hingga sore hari, dalam keadaan cuaca yang panas pada siang hari, bahkan hujan pada sore harinya, jamaah tetap setia menunggu sang Guru dengan sabar. Walaupun berita yang didapat tidak pasti.
Tidak ada raut kekecewaan dari wajah para jamaah, padahal secara psikologis, orang yang dalam kesedihan, maka emosinya mudah meledak.
Menurut Marianna Strongin seorang psikolog klinis berdasarkan penelitian pada tahun 2014, beliau mengatakan “Kesedihan lebih berat untuk dirasakan. Sedih adalah tahapnya dan marah adalah aksinya”.
Namun ternyata teori ini tidak berlaku pada jamaah pecinta Guru Zuhdi. Mereka tetap sabar menunggu begitu lama, bahkan ketika akhirnya harus “dikecewakan” karena yang ditunggu tidak mendatanginya.
Fenomena ini menarik untuk ditelusuri mengapa para jamaah begitu memuliakan sang Guru bahkan dalam keadaan tertekan dan kecewa mereka tetap dapat mengendalikan diri.
Mungkin bisa dibandingkan dengan kasus-kasus lain, misalnya ketika konser musik. Kebetulan penulis pernah menghadiri salah satu dari banyaknya konser yang diselenggarakan di negeri ini. Ketika itu penulis bisa melihat perbedaan yang sangat kontras dengan kasus ini di mana para “jamaah” saling maki dalam kepadatan jalan, saling lempar botol ketika berada di konser, dan hal lainnya, bahkan penulis pun kecopetan. Padahal tujuannya sama, ingin menyaksikan tokoh yang mereka sukai.
Dua hal yang sama-sama mengatasnamakan ‘cinta”, namun berbeda pada tindakan nyata.
Mudah-mudahan masyarakat Kalsel mampu menjaga kesalehan seperti ini, tidak mudah terpancing dengan berita yang provokatif, tidak bertindak yang merugikan diri, dan orang lain, apalagi selama pandemi COVID-19 ini, seperti kata sederhana almarhum Guru Zuhdi dalam buku 101 Kalam KH.Zuhdiannor yang disusun oleh Hariyadi, “Marah itu Kada Bungas“.
In sya Allah beliau husnul khatimah, dan semoga kita dikumpulkan bersama orang-orang saleh nanti di surga Allah Swt. Amin Ya Rabb..
Sekilas Biografi Guru Zuhdi
Berikut adalah artikel tentang profil guru Zuhdi yang penulis kutip langsung dari Wartakotalive.com dengan editor Andy Priadi.
KH. Ahmad Zuhdiannor dilahirkan di Banjarmasin pada 10 Februari 1972 dari keluarga yang menekuni ilmu-ilmu agama seperti dikutip dari tulisan di ije7.blogspot.com Sabtu (2/5/2020).
Beliau merupakan putera dari H. Muhammad bin Jafri dan Hj. Zahidah binti KH. Asli.Ayah beliau dikenal sebagai ulama yang cukup terkenal di Banjarmasin.
Sedangkan kakek beliau dari pihak Ibu, KH. Asli adalah tokoh ulama yang berdomisili di Alabio. Keduanya nanti terlibat secara penuh dalam pendidikan Zuhdi kecil.
Beliau memiliki sembilan orang saudara. Dua orang di antaranya sudah meninggal, sehingga ada tujuh orang yang masih hidup. Nama-nama saudara beliau, Hj. Naqiah, Sa’aduddin, Jahratul Mahbubah, As’aduddin, Zulkifli, Najiah, Nashihah, dan Nafisah.
Pendidikan formal yang dijalani KH. Ahmad Zuhdiannor hanya sampai tingkat SD. Setelah itu, beliau melanjutkan ke Pesantren Al-Falah, selama sekitar dua bulan, namun karena sakit kemudian berhenti.
Kemudian beliau belajar dari kakek beliau sendiri dari pihak ibu, KH. Asli selama satu tahun. Bidang ilmu yang dipelajari di sana, yaitu Ilmu Tajwid, Fikih, Tashrif, Tauhid, Tasawuf.
Setelah satu tahun di Alabio, kemudian meneruskan mengaji dengan orang tuanya, belajar Tauhid, Fikih, Nahwu, Tasawuf.
Selama di Banjarmasin, beliau juga belajar dengan KH. Abd. Syukur Teluk Tiram, di sana dia belajar tasawuf, fikih, ushul fikih, Arudh.
Setelah meninggal KH. Abd. Syukur kemudian menambah lagi ilmu dengan KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul), dengan beliau belajar beberapa ilmu, terutama akhlak kurang lebih selama tujuh tahun.
Pengaruh Guru Sekumpul terhadap Guru Zuhdi sangat kuat. Pada banyak hal beliau selalu merujuk kepada figur sang guru ini, seperti dalam hal tarekat, beliau mengikuti Tarekat Sammaniyah.
Bahkan dalam berpakaian pun ketika mengisi pengajian, beliau sangat mirip dengan ulama kharismatik asal Martapura ini, yakni baju putih dengan serban besar di kepala.
KH. Ahmad Zuhdiannor pernah mengajar selama sekitar dua tahun di Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru.
Aktivitas beliau selama ini yaitu membuka pengajian di Mesjid Jami pada Malam Ahad, pengajian di rumah Guru Zuhdi pada Malam Sabtu, pengajian di Teluk Dalam, Langgar Darul Iman malam kamis, dan pengajian di Sabilal Muhtadin pada malam Jum’at.
Jadi Relawan BPK
Di sela-sela waktu memberi pengajian dalam beberapa majelis di Banjarmasin Abah Haji (Guru Zuhdi) juga menjadi anggota pemadam kebakaran.
Ia pernah beberapa kali terlibat dalam kegiatan pemadaman api yang menghanguskan rumah warga di Kota Banjarmasin.
Beberapa kisah lucu saat menjadi anggota pemadam, terkadang beliau sampaikan di depan jamaahnya, sebagai selingan.
Dekat dengan Klub Sepak Bola Banua, Barito Putera
Tak hanya itu, Guru Zuhdi juga merupakan sosok yang dekat dan dihormati para petinggi klub sepak bola Kalimantan Selatan, Barito Putera.
Beberapa kali beliau terlibat acara-acara penting klub berjuluk Laskar Antasari tersebut mulai dari launching pemain dan jersey klub, kegiatan buka bersama, hingga acara-acara lainnya.
Sempat Lakukan Rapid Test Covid-19
Menurut Syaifullah Tamliha, Legislator Fraksi PPP DPR RI yang ikut mendampingi di RS Medistra Jakarta bersama kerabat dan istri, Guru Zuhdi sudah dirawat selama 2 hari di RS Medistra Jakarta.
Tamliha menyampaikan bahwa Guru Zuhdi telah dilakukan pemeriksaan rapid tes Covid-19 dan hasilnya adalah negatif.