Jum’at, 11 Mei 2018, dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Metode Istinbath Hukum Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang dipresentasikan oleh Bapak Dr. Saifullah Abdus Samad dan Bapak Parman Kamaruddin, yang keduanya merupakan dosen program studi Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Studi Islam.
Acara ini dibuka oleh Wakil Rektor I Uniska MAB, yaitu Bapak Dr.Jarkawi dan dimoderatori oleh Bapak Ahmad Nopriandi dari Fakultas Hukum Uniska MAB.
Munculnya gagasan baru dalam ranah pemikiran dan metode ijtihad yang dilakukan oleh para fuqaha melalui ijtihad merupakan suatu keniscayaan. Di tengah problematika kehidupan manusia yang semakin kompleks, peran tokoh agama khususnya dalam hal ini para fuqaha menjadi sangatlah penting dalam menjawab segala persoalan yang terjadi. Istinbath merupakan suatu proses dan upaya mengambil hukum dari dalil-dalil tertentu dengan metodologi istinbath yang telah dirumuskan dalam ushul fiqh. Secara garis besar, istinbath itu tidak terlepas dari maqashid syar’iyyah, yaitu untuk kemaslahatan. Dan dalam tulisannya, Bapak Dr. Saifullah Abdus Samad dan Bapak Parman Kamaruddin melakukan pendalaman tentang metode istinbath Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai ulama banjar yang memiliki karakteristik yang unik.
Bapak Parman Kamaruddin, yang juga merupakan Walil Dekan I Fakultas Studi Islam, dalam pembahasannya memaparkan bahwa istinbath ahkam yang dibangun oleh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari mengikuti hukum-hukum yang telah diambil oleh para imam mazhab atau asbab yang berbentuk qawl dan wajh. Pendapat ulama mazhab yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh, khususnya mazhab Syafi’i lah yang menjadi sandaran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam merumuskan hukum. “Dalam penerapan metode induktif beliau sangat sukses menggunakan teori mashlahat dan sad al-zari’at”, paparnya.
Bapak Dr. Saifullah Abdus Samad mengungkapkan bahwa Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sangat luar biasa. Sayang sekali kalau suku Banjar tidak mendalami pemikiran beliau. Misalnya fiqih-fiqih klasik tidak membahas berkenaan tentang zakat profesi, namun Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sudah memunculkan permasalahan ini. Artinya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari berpikir jauh ke depan. Jauh sebelum pembahasan zakat yang dikemukakan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam Kitab Zakat-nya. Karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari kurang dikenal hanya dikarenakan karangan beliau menggunakan bahasa melayu, bukan berbahasa Arab sebagai bahasa internasional.
Bapak Dr.Uhaib sebagai dosen FISIP Uniska MAB mengatakan bahwa pembahasan yang disajikan bernilai mumtaz. Namun beliau mempunyai kekhawatiran bahwa pembahasan berkenaan tentang Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ini akan habis karena literature yang sangat sulit untuk didapatkan. Oleh karenanya beliau memberikan masukan untuk juga membahas tentang tokoh-tokh Islam Banjar yang lain seperti Durrun Nafis.
Sedangkan Bapak Fathurrahman sebagai perwakilan dari Kemenag Banjarmasin yang menghadiri FGD ini memberikan tanggapan bahwa alangkah baiknya jika para akademisi mempelajari karya-karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dengan cara ber-sanad, sehingga rantai keilmuan dan pemahamannya sampai kepada pengarang. “Kita bisa berguru kepada salah seorang keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yaitu Bapak Khatim Salman”, beliau berujar.
Rangkaian kegiatan ini diakhiri dengan pelaksanaan shalat jum’at. Adapun yg menjadi Khatib yaitu Bapak Barsihanor, Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dengan tema Mempersiapkan Diri untuk Menyambut Ramadhan, karena jum’at kali ini merupakan jum’at terakhir di bulan Sya’ban.