Pantun Ekonomi Syari’ah oleh Arie Syantoso

Berita

RENTEN – IR

Oleh. Arie Syantoso. (Dosen Prodi Ekonomi Syari’ah UNISKA)

Pinjaman Uang disebut Utang
Utang memBukit sebab Bersyarat
RENTEN-IR sebutan PemBUNGA Uang
Jadikan DEBITUR terkondisi Mudharat

Utang diBayar tepatkan Waktu
Ada REZEKI Cepatlah diTransfer
Kebaikan Renten-ir bukan memBantu
Perlakuannya justru mencekik Leher

Mencari nafkah hingga Jumpalit
Ancaman iman merasa Fakir
Walau mudah tidak berBelit
Hindari Pinjaman pada RENTEN-IR

Nafsu Rakus sulit diBendung
Mati Akal memikirkan Akhirat
Renten-ir pasti selalu Untung
Para Debitur biarlah Melarat

Hasil Renten jangan diCemburu
Hidup TerBerkahi tidak Jaminan
Lintah Darat jangan diTiru
Konsumsi RIBAnya Edan²an

Kayalah dengan cara Berdagang
Demikian Guna Belajar Ekonomi
Renten-ir itu akalnya Panjang
Jangan mau diajak kompromi

Utang Negara Semakin Ngeri
Mata Uangpun Kian Terpuruk
Profesi RENTEN-IR sejak Bahari
Agama Mencela Manusia mengutuk

Demikian

INVESTASI SAHAM SYARIAH
Oleh. Arie Syantoso.
Banjarmasin, Jum’at, 20 April 2018

Model INVESTASI masuk diAKAL
UNTUNG muncul bersama BAHAYA
Saham Bukti penyertaan Modal
Buy and Hold hingga berDaya

USAHA ada HASILpun PADA
PROFIT hadir adanya BIAYA
Investasi SAHAM jangan diTunda
Buy and Sell suatu Niscaya

EFEK itu surat berHARGA
SAHAM bukti miliki USAHA
Investasi saham jangan diCURIGA
TerHukum Boleh Kata FUKAHA

Investasi bukan, sekedar EMOTIF
Tanpa analisa hanya SENDA
Bursa Saham adalah ALTERNATIF
Wujudkan tujuan FINANSIAL Anda

Investasi pasti, libatkan UANG
Utama Tabungan bukan PINJAMAN
Investor lokal jangan terbelakang
Sikap Nasionalis tunjukkan Kawan

Investasi saham bukan SPRINTER
JALAN PINTAS cepat KAYA
Atur FINANCIAL dengan Pinter
Kesuksesan INSTAN sulit diPERCAYA

Investasi SAHAM ibarat Marathon
Butuh Endurance dan Persistensi
Ayo jangan cuma ditonton
Investasi bukan cerita Fiksi
———-

JANGAN HARAMKAN YANG HALAL!

Bagai tikus membaiki labu
Karena mulut badan binasa
Jika BerSyariat diDominasi Nafsu
Tidak berPahala Justru BerDosa
—————
تَحْرِمُ مَا اَحَلَّ اللهُ آَعْظَمُ مِنْ تَحْلِيْلٍ مَا حَرَّمَهْ اللهْ.
“MengHARAMkan perkara HALAL lebih besar dosanya dibandingkan mengHALALkan yang HARAM.”

Kaidah yang merupakan dalil ISTIQRAA’ (kesimpulan hukum berdasarkan NALARISASI sejumlah dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah) ini patut direnungkan agar tidak terjebak dalam kekeliruan.

“JANGAN mudah mengatakan HARAM terhadap aktivitas USAHA dan BISNIS, jika belum DIKAJI lebih dalam dan oleh PAKARnya.”

Adalah Fenomena at-TA’ĀLUM (SOK PINTAR) merupakan PINTU MASUK dan FAKTOR UTAMA seseorang untuk mudah mengatakan HARAM terhadap suatu aktivitas USAHA dan BISNIS.

at-TA’ĀLUM (SOK PINTAR) yakni sifat MERASA LEBIH MENGETAHUI, MERASA MEMILIKI KAPABILITAS mengeluarkan FATWA atau MENJAWAB, PADAHAL sangat jauh dari AHLI dan penuh KEKURANGAN.

at-TA’ĀLUM (SOK PINTAR) biasa dilatarbelakangi oleh DOMINASI HAWA NAFSU dan FANATISME BUTA. Sehingga terjebak pada kondisi BERLEBIHAN dan berbuat KETERLALUAN dalam MENETAPKAN HUKUM atau BERPENDAPAT.

Orang yang sekedar berMODALkan SEMANGAT BERAGAMA yang TINGGI, sering TERJEBAK dalam MENGHARAMKAN perkara HALAL. Sebaliknya, mereka yang CUEK BERAGAMA lebih banyak MENGHALALKAN yang HARAM. KEDUA-nya adalah SIKAP yang SALAH.

KETAHUILAH!
MengHALALkan perkara HARAM adalah termasuk DOSA BESAR, namun mengHARAMKANkan yang HALAL DOSAnya LEBIH BESAR dari mengHALALkan yang HARAM.

Adapun sebabnya adalah Karena, MENGHARAMKAN sesuatu yang HALAL berefek pada :
1. HILANGNYA KESEMPATAN banyak orang menikmati KARUNIA, REZEKI dan RAHMAT Allah ﷻ secara SAH.
2. Ada unsur MEMPERSEMPIT dan MEMPERSULIT PERKARA AGAMA yang mengakibatkan KEMUDHARATAN bagi orang lain. Lain halnya dengan menghalalkan sesuatu yang haram, Ia membuka ruang bagi orang lain merasakan ciptaan Allah ﷻ. (kendati itu juga merupakan pelanggaran).

STATUS HALAL merupakan HUKUM ASAL aktivitas MUAMALAH. Sedangkan STATUS HARAM merupakan HUKUM “BARU” yang disematkan pada suatu perkara MUAMALAH.

PRINSIP HUKUM mengatakan bahwa HUKUM ASAL LEBIH KUAT dari HUKUM BARU. Oleh karena itu, diperlukan ALASAN KUAT, JELAS dan TEGAS dalam MENETAPKAN HUKUM BARU jika bertentangan dengan HUKUM ASAL.

KEMUNGKARAN bukan hanya dalam konteks menghalalkan yang haram, melainkan juga mengharamkan yang halal.

NAHI MUNGKAR bukan hanya pencegahan bagi orang yang akan melakukan perbuatan haram. Sebaliknya, perbuatan yang sejatinya tidak haram tak boleh ada pencegahan untuk melakukannya.

Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هٰذَا حَلٰلٌ وَهٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah lisan kalian berdusta dan mudah menetapkan yang ini halal dan yang itu haram, untuk membuat hukum baru atas nama Allah, sungguh setiap orang berdusta tidak akan beruntung.” (QS. An-Nahl 16: Ayat 116)

Wallahua’lam

Tinggalkan Balasan